AMARAH AMIRAH



AMARAH AMIRAH

Kupotong susuku!

Kupotong jariku!

Kupotong kupingku!

Amirah teriak-teriak seperti banteng kesurupan

Kakinya dihentak

Tangan berkacak

Mulut banjir sumpah serapah

Sang Ibunda menghela dada

hendak dielusnya kepala putri tercinta

tapi cuma linangan bergayut di ujung mata

"Nak, tidak perlu kamu potong susu, jari atau telinga!

tidak ada gunanya!

Yang harus kamu potong adalah penyakit dalam dadamu!

Penyakit kesombongan, kebencian dan kebodohan!

Tapi amarah amirah terlanjur menggelegak!

dan ...BLASSS!

sekali tebas.....

lalu Amirah kelojotan meraung kesakitan

Sang ibu terdiam

menatap sedih pada ketololan yang kini menjadi raja

(Aisyah untuk  Ibu Pertiwi yang sedang bersedih - April 2017)



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kenapa harus Kartini ? (MENGGUGAT FILM KARTINI)






Apa yang kita tahu tentang 21 April? Kebanyakan orang akan menyebut Hari Kartini. Kalau saya, akan jawab, 21 April 2017 adalah hari Jumat. Loh??? Kalo nggak percaya, sekarang kamu lihat kalender. Bener toh, hari Jumat!
Tapi saya tidak mempermasalahkan kalian mau jawab apa. Nggak peduli, wong saya nggak denger, hehehehe...

Oke, sekarang lebih serius ya!

Kita sudah sama-sama sepakat, tanggal 21 April diperingati sebagai hari Kartini. Kenapa harus Kartini? Kenapa bukan nama pahlawan perempuan lain?

Yang nanya kayak gini, patut ditanyakan, dulu SD nya lulus bener atau lulus nyogok!

Peringatan hari Kartini sebagai hari raya nasional ditetapkan tanggal 2 Mei 1964 oleh presiden Sukarno, yang menganugrahi Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional Indonesia. Nah, yang mau protes, monggo gugat keputusan presiden, wani ra?

Lalu kenapa tanggal 21 April, kenapa nggak tanggal 19 April, kan keren tuh, bareng sama jadwal pemutaran perdana filmnya! Kalo beneran ada yang nanya begini, saya yakin banget, dulu, jangankan SD, lulus TK aja pakai nilai katrolan.  Lah, ya mesti tanggal 21 April, wong Kartini lahirnya pada tanggal 21 April tahun 1879. Ngono, mudeng ra? (mesti manggut-mangut...hahaha) Tapi kenapa harus tanggal lahirnya, kenapa bukan tanggal masuk sekolah, misalnya. Karena secara psikologis, kelahiran selalu membawa harapan, awal sejarah kehidupan. Kelahiran adalah hadiah terindah dari Sang Pencipta. Itulah sebabnya, yang digunakan adalah tanggal kelahiran.

Wes, sekarang masuk ke permasalahan yang lebih kontroversial! Ingat pakai R ya...bukan L...

Sudah lama masalah penetapan Kartini sebagai pahlawan nasional diperdebatkan. Banyak yang tidak setuju, dan mengusulkan nama-nama lain yang dianggap lebih pantas untuk mewakili pahlawan perempuan Indonesia.

Tapi saya nggak mau ikut-ikutan ranah perdebatan yang "complicated" itu, belum merasa kompeten!

Saya cuma ingin mengeksplorasi fakta-fakta yang berusaha di tonjolkan dalam film KARTINI!

Raden Ajeng Kartini atau Raden Ayu Kartini?
Dari SD sampai tanggal 18 April 2017, saya masih menyebut beliau dengan Raden Ajeng Kartini. Kamu juga kan, hayo ngakuuu! Nah, pas tgl 19 April, hari perdana pemutaran film Kartini, saya baru tahu ternyata yang tepat adalah Raden Ayu!  Raden Ajeng itu panggilan untuk perempuan bangsawan yang belum menikah. Dan hal ini berkali-kali berusaha di tonjolkan dalam film Kartini. Dalam berbagai dialog, selalu ditekankan, bahwa Kartini diharapkan kelak menjadi seorang Raden Ayu! Yaitu perempuan bangsawan yang dinikahi laki-laki bangsawan! Sepertinya hal ini dianggap penting oleh pembuat film Kartini. Karena sampai adegan detik terakhir, saat Kartini hendak menikah, ia sempat-sempatnya mampir ke ibu kandungnya, cuma untuk ngomong, "Bu, Ni minta ijin, Ni mau jadi Raden Ayu". Dan si Ibu, yang diperankan Christine Hakim, nangis sesengukan, yang seolah, merasa bersalah! Kenapa? Karena nada bicara Kartini di film itu dibuat seolah, ia menikah karena memenuhi keinginan ibunya! Yang udah nonton filmnya, mungkin masih ingat, adegan saat "Trinil" (panggilan sayang untuk Kartini, cari tahu sendiri ya, kenapa dipanggil Trinil, moso' disuapi terus kayak bayi!) masih kecil, protes, kenapa harus panggil Yu, bukan Ibu. Maka ibunya menjawab, "cuma ini satu-satunya cara yang Ibu tahu, untuk menjadikanmu dan adik-adikmu seorang Raden Ayu". Dan perkataan itu diulang lagi, saat Kartini dihukum, dikurung di kamar oleh ibu tirinya, karena menolak menikah. Dan ibu kandungnya mengajaknya bicara, yang intinya membujuk Kartini agar mau menikah, supaya pengorbanan ibunya, yang terpaksa merelakan bapaknya kawin lagi dengan perempuan bangsawan, tidak sia-sia. Ibunya ingin Kartini menjadi Raden Ayu! DEERRRR!
Dari dialog ini, pembuat film, berusaha menggambarkan kehidupan sosial masyarakat Jawa saat itu, yang sangat membeda-bedakan kasta orang, berdasarkan garis keturunan. Dan bagaimana kedudukan perempuan dalam masyarakat Jawa, tidak lebih dari sekedar simbol status. Untuk masalah kasta, sebetulnya ini adalah permainan Belanda. Yang dengan politik devide et impera, berusaha mengkotak-kotakkan bangsa Indonesia. Dengan mengeluarkan aturan, istri pejabat yang bukan dari keturunan bangsawan, tidak diakui secara hukum, yang serta merta akan berpengaruh terhadap kedudukan si pejabat itu sendiri. Sehingga pada kasus ayah Kartini, ia terpaksa menikahi perempuan bangsawan, semata untuk menyelamatkan kedudukannya, sebagai bupati. Hal ini diungkap dalam film Kartini, pada edisi kilas balik, saat Ibu Ngasirah membujuk Kartini agar mau menikah.

Hal- hal "LEBAY" dan "MENYIMPANG" dalam film Kartini
Fakta sejarah memang membuktikan, bahwa Kartini, sering mendobrak adat istiadat kebangsawanan Jawa, yang menurut dia mengukung kebebasannya. Namun saya melihat, film ini terlalu melebih-lebihkan. LEBAY. Misalnya Kartini yang tertawa hingga terbahak-bahak. Adegan saat Kartini membaca buku di ruang tengah, sambil menekuk satu kaki ke atas bangku ("nangkring") sambil makan cemilan dengan melemparkan ke mulut.  Saya tidak tahu apakah memang benar, ada fakta sejarah yang mengungkapkan hal itu. Tapi sebatas logika saya, sepertinya tidak mungkin Kartini melakukan hal-hal tersebut setelah dia masuk masa pingitan. Apalagi di film itu digambarkan, Kartini sudah cukup dewasa, karena diperankan oleh Dian Sastro. Mungkin, kalau saat dia masih di bawah 12 tahun, saat masih sekolah di sekolah Belanda, sangat mungkin terjadi. Apalagi ada fakta sejarah yang mengungkapkan, saat sekolah, Kartini dijuluki kuda liar. Karena sering tertawa lepas, hingga giginya terlihat. Tapi cuma sebatas terlihat giginya loh, tidak disebutkan dia tertawa terbahak-bahak, apalagi terpingkal-pingkal.

Ibu Kartini, Ngasirah, dalam film, ditampilkan layaknya pembantu. Jujur, tidak banyak fakta sejarah yang berhasil saya temui, yang mengungkap masalah ini. Jadi, saya pikir ini agak berlebihan. Kalau mau pakai logika, ayah Kartini hanya punya dua istri. Ibu Ngasirah, ibu Kartini yang bukan bangsawan dan ibu Moeryam. Ibu Ngasirah justru merupakan istri pertama, yang kemungkinan besar dinikahi karena saling cinta. Sedangkan, Ibu Moeryam, dinikahi semata agar ayah Kartini bisa naik pangkat jadi bupati. Ibu Ngasirah punya 8 orang anak. Ibu Moeryam cuma 3 orang anak. Nah, logikanya...mana yang lebih sering 'digauli'???
Artinya, Ibu Ngasirah, walaupun bukan istri utama, cuma istri selir, karena dia bukan bangsawan, tapi dia punya kedudukan istimewa di hati sang Raja. Dan ... apa iya...sang Raja akan membiarkan istri kesayangannya di perlakukan semena-mena. Ra mungkin, toh! Walaupun ada adegan, di mana ayah Kartini, memilih untuk tidur dengan Ngasirah, tapi tetap tidak cukup, untuk "memasukakalkan" bahwa Ngasirah diperlakukan sebagai pembantu.

Terlepas dari hal-hal yang membingungkan, dalam film Kartini, mungkin karena data historis saya yang terbatas, secara keseluruhan film ini cukup berhasil menyampaikan pesan tentang siapa Kartini, kehidupan sosio, politik dan ekonomi di tanah Jawa saat itu. Saya akui, banyak dialog cerdas, yang berhasil mewakili pesan yang menggunung. Karena memang tidak mudah, untuk menampilkan sejarah dengan intrik-intrik yang rumit, dengan segala aspek dan keruwetan detil, menjadi film yang berdurasi tidak sampai dua jam. Dan sekali lagi, BRAVO! untuk semua yang terkait dalam film KARTINI.

Namun, tentunya untuk semua penikmat film ini, harus tetap membuka mata hati dan pikiran. Jangan menelan mentah-mentah apa yang disajikan. Bagaimanapun, setiap pesan yang disampaikan, berkaitan dengan kepentingan pihak tertentu. Jadi bersikaplah netral!

Dan untuk kelompok yang masih menggugat penetapan hari Kartini, legowo lah. Biar bagaimanapun, beliau telah berusaha memperjuangkan kemerdekaan negara ini, dengan apa yang mampu beliau lakukan. Mengingat fakta sejarah, betapa situasi dan kondisi, adat serta politik yang mengukung beliau. Sangat tidak mudah untuk bisa berkonfrontasi. Coba, kalau kamu yang berada dalam situasi Kartini, apa mungkin berani menentang adat, menentang aturan Belanda, ngotot, belum tentu, kan? Jadi, hargailah orang yang sudah berani melakukannya. Kalau tidak mampu menghargai, ya sudah, nggak perlu menghujat. Sederhana, toh!

Yang terakhir, saya melihat campur tangan Tuhan, begitu besar bermain dalam kehidupan Kartini. Hingga Dia mentakdirkan Kartini mati muda, sehingga teka teki yang menyelimuti kehidupannya, terus menjadi misteri, yang mengibarkan namanya. Ah, betapa sayangnya Dia pada Kartini.

Salam untuk perempuan Indonesia!!!

Terima kasih, untuk :
http://www.biografiku.com/2009/01/biografi-ra-kartini.html
http://www.noyvesto.net/2016/03/fakta-tentang-ra-kartini.html
https://www.bersosial.com/threads/fakta-unik-tentang-r-a-kartini.8434/
http://gendies.com/ini-dia-7-fakta-menarik-tentang-ra-kartini/
https://abinazahra.wordpress.com/2011/04/29/fakta-dan-kenyataan-siapakah-ra-kartini/
https://mkristianic.wordpress.com/2014/02/24/sejarah-riwayat-singkat-raden-ajeng-kartini/
https://indoprogress.com/2012/05/kartini-cinta-yang-tak-lebur-dan-hancur/
http://liputanislam.com/kajian-islam/dua-sisi-kehidupan-kartini-2/
http://darayuanti.blogspot.co.id/2011/10/sejarah-singkat-ra-kartini.html
http://southsumatera.blogspot.co.id/2009/04/kartini-dan-islam-tentang-islam.html
http://www.cnnindonesia.com/hiburan/20161215150849-234-179871/dian-sastrowardoyo-sempat-dianggap-tua-perankan-kartini/
Tashadi : RA  Kartini penerbit Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta tahun 1986

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS